ETNOBIOLOGI - PADI
PADI, TANAMAN SAKRAL ORANG MERATUS
Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga bisa digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus ) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Upacara-upacara ritual yang berhubungan dengan aktivitas bertanam padi yang dilakukan oleh masyarakat petani seringkali merupakan bentuk ungkapan rasa syukur para petani kepada Sang Penguasa Alam yang telah memberikan kenikmatan berupa hasil bumi yang sangat dibutuhkan di dalam kehidupan manusia.
Dalam kepercayaan masyarakat
adat Dayak Kiyu Hulu Sungai Tengah, manugal
(menanam padi) yang baik adalah di daerah yang memiliki ketinggian maksimum
hingga ±700 meter saja. Kawasan ini biasa disebut sebagai munjal,
karena di atas ketinggian tersebut adalah gunung-gunung berhutan (katuan
larangan dan katuan keramat) yang
dihuni oleh nenek moyang masyarakat adat Dayak yang menjaga wilayah adat mereka
agar tetap selamat.
Selain itu mereka biasanya juga memilih daerah dengan kemiringan sekitar 45 derajat, untuk menghindari gangguan babi hutan (Sus scrofa). Manugal memiliki peran sangat penting dalam adat Dayak karena diyakini bahwa padi adalah buah pohon langit sehingga sifatnya suci, dan kedudukannya dalam upacara adat atau aruh sebagai sesajen wajib (berbentuk lemang, ketan yang dimasak dalam ruas bambu) tidak tergantikan. Karena kepercayaan inilah maka secara turun temurun masyarakat Dayak tetap menanam padi meskipun di daerah sulit yang bergunung-gunung dan tanahnya relatif tidak subur.
Prosesi
bahuma Dayak Meratus berpuncak pada
pesta Aruh Ganal, yakni
upacara syukuran ketika semua orang selesai panen atau disebut juga pesta panen
padi. Inilah penutup seluruh rangkaian kegiatan pertanian tahunan. Upacara Aruh
Ganal diadakan selama 5 atau 7 hari. Seluruh warga
balai (rumah adat) berkumpul mengikuti upacara yang dipimpin ketua adat balai.
Selama upacara atau pesta berlangsung, warga pantang melakukan pekerjaan lain.
Upacara biasanya diadakan di tengah balai.
Perlengkapan
upacaranya antara lain lemang,
beras hasil panen dan banyak sesaji. Para balian duduk bamanang
(berdoa). Setelah berdoa mereka membunyikan hiang
yaitu sejenis alat musik sambil batandik
(menari) semalaman mengitari pusat balai diiringi tabuhan kendang oleh 4 orang
perempuan yang berada di 4 penjuru balai. Sesekali para balian
memberkati hadirin dengan ringgitan, untaian janur kuning, bunga jengger warna merah (Celosia sp.), dan daun kemangi (Ocimum sp.).
No comments